(Sumber tertera) |
Walaupun baru kemarin tanggal 9 November 2017 beliau dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional. Namun warga Lombok telah lama menganggapnya sebagai seorang pahlawan. Beliau adalah panutan bagi orang-orang di Lombok. Sejak kecil saya sudah banyak sekali mendengar cerita-cerita tentang beliau, baik itu yang dari orang tua, kakek nenek, sekolah, tetangga, dan lain sebagainya.
Beliau adalah seorang nasionalis pejuang kemerdekaan, dai, ulama, guru sufi, sastrawan, politisi dan pembaharu keagamaan dan pendidikan, lahir di Kampung Bermi, Pancor, Lombok Timur.
Pada tahun 1947, beliau membentuk laskar mujahidin yang kemudian melakukan penyerangan terhadap tangsi NICA. Dan pada saat itu adik kandung beliau menjadi korban dan menjadi orang pertama yang menempati makam pahlawan Rinjani di Selong.
Kemudian beliau juga merupakan pendiri organisasi Islam terbesar di Lombok yaitu Nahdhatul Wathan (NW) yang berarti 'kebangkitan tanah air' dan menjadi cikal bakal banyak terbentuknya sekolah maupun pondok pesantren yang ada di Lombok.
Namun yang datang tentunya akan pergi juga, pada tanggal 21 Oktober 1997 beliau pergi meninggalkan kita, meninggalkan NTB, meninggalkan Indonesia, meninggalkan semesta.
Ada sedikit cerita menarik yang saya dapatkan ketika saya menghadiri syukuran penobatan beliau sebagai Pahlawan Nasional kemarin. Menurut senior saya, pada tahun 2004, dia mendapatkan tamu dari seorang yang berasal dari Sulawesi Selatan, mengatakan bahwa mereka sedang mencari guru mereka yang telah menghilang beberapa hari yang lalu. Aneh memang, sementara beliau meninggal pada tahun 1997, entah itu benar atau tidak, hanya Allah yang mengetahuinya. Pada hal ini kita dapat mengetahui bahwa orang seperti beliau (Maulana Syaikh) bisa saja jasadnya dikubur, namun dia tidak sepenuhnya meninggalkan dunia, dia masih mengajar entah sekarang dimana kita tidak tahu, tutur salah seorang senior IMSAK (Ikatan Mahasiswa Sasak) Jakarta.
Dan yang paling menarik adalah dari cerita orang tua saya, nama belakang 'Maulana' yang ada pada nama saya itu katanya diambil dari gelar beliau yang juga sering disebut orang Lombok yaitu Tuan Guru Maulana Syaikh.
Beliau adalah seorang nasionalis pejuang kemerdekaan, dai, ulama, guru sufi, sastrawan, politisi dan pembaharu keagamaan dan pendidikan, lahir di Kampung Bermi, Pancor, Lombok Timur.
Pada tahun 1947, beliau membentuk laskar mujahidin yang kemudian melakukan penyerangan terhadap tangsi NICA. Dan pada saat itu adik kandung beliau menjadi korban dan menjadi orang pertama yang menempati makam pahlawan Rinjani di Selong.
Kemudian beliau juga merupakan pendiri organisasi Islam terbesar di Lombok yaitu Nahdhatul Wathan (NW) yang berarti 'kebangkitan tanah air' dan menjadi cikal bakal banyak terbentuknya sekolah maupun pondok pesantren yang ada di Lombok.
Namun yang datang tentunya akan pergi juga, pada tanggal 21 Oktober 1997 beliau pergi meninggalkan kita, meninggalkan NTB, meninggalkan Indonesia, meninggalkan semesta.
Ada sedikit cerita menarik yang saya dapatkan ketika saya menghadiri syukuran penobatan beliau sebagai Pahlawan Nasional kemarin. Menurut senior saya, pada tahun 2004, dia mendapatkan tamu dari seorang yang berasal dari Sulawesi Selatan, mengatakan bahwa mereka sedang mencari guru mereka yang telah menghilang beberapa hari yang lalu. Aneh memang, sementara beliau meninggal pada tahun 1997, entah itu benar atau tidak, hanya Allah yang mengetahuinya. Pada hal ini kita dapat mengetahui bahwa orang seperti beliau (Maulana Syaikh) bisa saja jasadnya dikubur, namun dia tidak sepenuhnya meninggalkan dunia, dia masih mengajar entah sekarang dimana kita tidak tahu, tutur salah seorang senior IMSAK (Ikatan Mahasiswa Sasak) Jakarta.
Dan yang paling menarik adalah dari cerita orang tua saya, nama belakang 'Maulana' yang ada pada nama saya itu katanya diambil dari gelar beliau yang juga sering disebut orang Lombok yaitu Tuan Guru Maulana Syaikh.
Post a Comment